SDGs #11 Komunitas Kota

Peneliti FEB UNY Ungkap Kesenjangan Adopsi AI di UMKM Yogyakarta

Penelitian terbaru tim dosen FEB, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengungkap peta kesenjangan adopsi Artificial Intelligence (AI) di kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Temuan ini menyoroti potensi besar sekaligus tantangan serius dalam mendorong UMKM menuju model bisnis berkelanjutan.

Kota Lebih Siap, Daerah Pinggiran Masih Tertinggal

Hasil riset menunjukkan bahwa UMKM di Kota Yogyakarta berada di posisi paling siap mengadopsi AI. Akses infrastruktur digital yang lebih baik serta ekosistem bisnis perkotaan membuat pelaku usaha lebih cepat mengintegrasikan teknologi cerdas dalam aktivitas bisnis.

Di sisi lain, UMKM di Sleman juga relatif adaptif karena dekat dengan pusat pendidikan tinggi dan ekosistem startup. Sementara itu, Bantul menonjol di sektor kriya dan kuliner tradisional, namun adopsi AI masih terbatas pada penggunaan teknologi dasar.

Gunungkidul memperlihatkan kondisi yang heterogen. Sebagian UMKM di sektor wisata mulai memanfaatkan teknologi digital, tetapi banyak pelaku usaha tradisional masih tertinggal karena keterbatasan akses internet. Adapun Kulon Progo memiliki kekuatan di sektor pertanian, namun tingkat adopsi AI masih rendah akibat minimnya infrastruktur digital.

Potret UMKM dan Tantangan Digitalisasi

Temuan riset juga menegaskan bahwa literasi digital masih menjadi kendala utama bagi pelaku UMKM. Banyak pengusaha kecil belum mampu memanfaatkan data pelanggan, merancang strategi pemasaran digital, atau mengoptimalkan layanan berbasis teknologi.

Menurut tim peneliti, kesenjangan adopsi ini berpotensi memperlebar jurang antara UMKM perkotaan dan pedesaan. Jika tidak segera diatasi, UMKM di daerah dengan keterbatasan teknologi bisa semakin tertinggal dalam persaingan pasar.

“Artificial Intelligence bukan sekadar teknologi, melainkan katalis yang mampu mengubah wajah UMKM Indonesia menjadi lebih efisien, inklusif, dan kompetitif,” ujar Dr. Sutirman, selaku Ketua Peneliti.

Harapan Peneliti

Penelitian ini merekomendasikan perlunya dukungan konkret bagi UMKM di daerah berupa peningkatan literasi digital, perluasan infrastruktur, dan pendampingan penerapan teknologi. Dengan intervensi yang tepat, AI diyakini dapat membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk akses ke ranah global.

“UMKM lokal punya potensi besar. Dengan dukungan teknologi cerdas, mereka bukan hanya mampu bertahan, tapi juga tumbuh di tengah kompetisi global,” tambah tim peneliti. (uys)

 

Tim Peneliti FEB UNY Kembangkan Model Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal untuk Wujudkan Pancamulia

Riset Unggulan FEB UNY Ungkap Strategi Baru Dorong SDGs dan Daya Saing Global

Tim peneliti Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tengah mengembangkan model ekonomi kreatif berbasis budaya lokal yang diyakini mampu menjadi motor penggerak baru pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Riset ini menegaskan bahwa kekuatan seni, kriya, fesyen, hingga kuliner tidak hanya menopang identitas budaya, tetapi juga berpotensi besar mendorong pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) sekaligus visi Pancamulia DIY.

Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sektor ekonomi kreatif menyumbang 6,54 persen terhadap PDB nasional pada 2022. Di Yogyakarta, subsektor fesyen, kuliner, kriya, dan seni pertunjukan mendominasi dengan ribuan pelaku yang berkontribusi pada ekspor miliaran dolar. Namun, tantangan nyata masih menghadang: keterbatasan akses pasar global, minimnya inovasi, dan rendahnya sinergi antar-pemangku kepentingan.

“Penelitian kami menunjukkan, jika potensi budaya lokal DIY dipadukan dengan strategi inovatif berlandaskan SDGs, maka sektor kreatif bisa melompat lebih jauh: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan, sekaligus menjaga warisan budaya,” ujar Prof. Dr. Siswanto, M.Pd. selaku ketua tim peneliti.

Riset ini mengambil sampel 200 pelaku ekonomi kreatif dari lima kabupaten/kota di DIY. Hasil awal menunjukkan model yang tengah dikembangkan tidak hanya layak, tetapi juga praktis diterapkan oleh UMKM. Aspek keberlanjutan, keefektifan, dan kebermanfaatan menjadi fokus utama pengujian.

Selain berkontribusi pada SDG 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi), model ini juga beririsan dengan SDG 9 (industri, inovasi, dan infrastruktur) serta SDG 11 (kota dan komunitas berkelanjutan). Dengan demikian, Yogyakarta berpotensi menjadi contoh daerah yang mampu mengharmoniskan tradisi dan modernitas dalam pembangunan ekonomi kreatif.

“DIY bisa menjadi role model nasional: bagaimana budaya bukan sekadar aset masa lalu, tetapi energi masa depan. Model ini akan kami dorong agar bisa diadopsi lintas daerah,” tambah Prof. Tony Wijaya, anggota tim riset.

Hasil riset ini diproyeksikan memberi dampak ganda: memperkuat identitas budaya Yogyakarta di mata dunia dan membuka peluang usaha baru bagi masyarakat lokal. Visi Pancamulia – kesejahteraan, keadilan, kelestarian, keunggulan, dan kemandirian – menjadi pijakan utama pengembangan model tersebut. Dengan dukungan pemerintah daerah serta komunitas pelaku kreatif, riset ini diharapkan mampu menjawab persoalan klasik UMKM: dari keterbatasan modal, teknologi, hingga akses pasar global. (uys)

Teliti Kesejahteraan Kaum Marjinal, Indra Febrianto Raih Gelar Doktor Pendidikan Ekonomi

Indra Febrianto, M.Pd., dosen Departemen Pendidikan Ekonomi, berhasil meraih gelar Doktor Pendidikan Ekonomi setelah sukses mempertahankan disertasinya pada ujian terbuka yang digelar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang (FEB UM).

Dalam sidang terbuka tersebut, Indra memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul "Kesejahteraan Subjektif Pemulung: Pendekatan Model Struktural dengan Tinjauan Rasionalitas dan Money Ethics". Penelitian ini mengangkat fenomena ketimpangan dan perilaku ekonomi irasional di kalangan pemulung yang kerap bertentangan dengan etika terhadap uang. Isu ini masih jarang dikaji dan sering luput dari perhatian, padahal memiliki implikasi penting terhadap kesejahteraan subjektif kelompok masyarakat marginal tersebut.

Melalui pendekatan teori ekonomi perilaku, penelitian ini mengkonstruksi model struktural kesejahteraan subjektif pemulung dengan mempertimbangkan aspek perilaku irasional, money ethics, dan social support. Penelitian ini juga menghasilkan rekomendasi model pendidikan ekonomi nonformal bagi masyarakat marginal yang berfokus pada pemberdayaan tiga kelompok sasaran: karang taruna, anak-anak, dan orang tua. Pendekatan ini diharapkan dapat mendorong terciptanya strategi pemberdayaan yang lebih humanis, komprehensif, dan berkelanjutan.

Secara metodologis, penelitian menggunakan metode kuantitatif konfirmatori dengan teknik analisis Covariance-Based Structural Equation Modeling (CB-SEM). Instrumen penelitian berupa kuesioner tertutup berskala Likert telah diuji construct validity dan reliability. Analisis dilakukan melalui evaluasi outer model, inner model, serta pengujian Goodness of Fit. Hasil penelitian menunjukkan dinamika hubungan yang kompleks antara confirmation bias, herd behavior, loss aversion, money ethics, dan social support terhadap kesejahteraan subjektif pemulung.

Beberapa temuan penting antara lain: confirmation bias berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif, herd behavior memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif namun negatif terhadap money ethics, dan loss aversion tidak berpengaruh signifikan terhadap money ethics tetapi berpengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif. Selain itu, money ethics berperan sebagai mediator dalam beberapa hubungan variabel, sementara social support terbukti memoderasi pengaruh money ethics terhadap kesejahteraan subjektif. Temuan ini memberikan pemahaman baru tentang bagaimana faktor psikologis, sosial, dan etika keuangan berinteraksi dalam membentuk kesejahteraan subjektif kelompok pemulung.

Raihan gelar doktor ini tidak hanya menjadi pencapaian pribadi, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals), khususnya SDG 1 (Tanpa Kemiskinan), SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), SDG 10 (Berkurangnya Kesenjangan), dan SDG 11 (Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan). Dengan capaian ini, diharapkan hasil penelitiannya dapat menjadi rujukan penting bagi akademisi, pembuat kebijakan, dan praktisi dalam merancang program pemberdayaan masyarakat marginal di perkotaan. (fdhl)

TIM PkM MbangunDesa FEB UNY dan BUMDes Amarta Gelar PkM “Akselerasi Pengelolaan Sampah” di Kalurahan Pandowoharjo, Sleman

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Yogyakarta (FEB UNY) bekerja sama dengan BUMDes Amarta, Kalurahan Pandowoharjo, Kabupaten Sleman, sukses menyelenggarakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) bertajuk "Akselerasi Pengelolaan Limbah Melalui BUMDes sebagai Respon Darurat Sampah di Yogyakarta untuk Mencapai Kota dan Komunitas Berkelanjutan" pada hari Senin, 7 Juli 2025.

Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Serbaguna Kalurahan Pandowoharjo ini menggandeng mitra strategis dari desa setempat, antara lain Gapoktan, Kelompok Wanita Tani (KWT), Desa Mandiri, dan Desa Prima. Kehadiran para mitra menjadi bukti kolaborasi lintas elemen dalam menjawab isu darurat sampah yang tengah melanda wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

Dalam kegiatan ini, tim PkM FEB UNY memberikan pelatihan praktis tentang pengelolaan sampah rumah tangga serta pembuatan ecoenzym, sebagai solusi ramah lingkungan yang mudah diterapkan oleh masyarakat. Pelatihan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran warga terhadap pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan, tetapi juga untuk memperkuat peran kelembagaan desa melalui BUMDes dalam mendukung program lingkungan dan pemberdayaan ekonomi lokal.

"Kami ingin mendorong BUMDes tidak hanya sebagai motor ekonomi desa, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat," ujar Prof. Dr. Endang Mulyani, M.Si. perwakilan tim FEB UNY dalam sambutannya.

Sementara itu, Direktur BUMDes Amarta Bapak Agus Setyanta menyampaikan apresiasi atas kolaborasi ini. “Pelatihan ini sangat relevan, terutama di tengah urgensi penanganan sampah yang kini menjadi perhatian serius di DIY. Melalui keterlibatan Gapoktan, KWT, dan Desa Prima, kami berharap praktik baik ini bisa berkelanjutan dan diperluas ke seluruh lapisan masyarakat.”

Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal dalam menciptakan ekosistem desa yang mandiri dan berkelanjutan, sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-11, yaitu menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. (ll)

 

Pages