SDGs #11 Komunitas Kota

UNY Students Introduce Eco-Enzyme Making to Empower Women in Waste Management

Ten students from Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) participating in the Independent Community Service Program (KKN Mandiri) at Blawong 1, Trimulyo, Jetis, Bantul, organized a workshop on eco-enzyme production with local PKK women. The initiative aimed to address the pressing issue of organic waste management in the area.

The KKN team, led by Eko Putro Tri Hartanto, an undergraduate student from Accounting Education, Faculty of Economics and Business (FEB UNY), consisted of Muhammad Ali Ghufron, Thoriq Ahmad Zaidan, Angger Rangga, Syalaisha Alifia, Chela Junita, Isma Salsabila, Friska Aulia, Raissa Dian, and Fikri Zahra. The event took place in the courtyard of the Blawong 1 hamlet head’s residence, attended by around 60 members of the PKK women’s group, and officially opened by Ms. Dwi Rahayu, the Head of Blawong 1 Hamlet.

In her opening remarks, Ms. Dwi Rahayu expressed appreciation for the students’ initiative, stating that the program helped raise community awareness about turning household waste into something useful. “We’re grateful for this activity—it provides real solutions for our waste problems and motivates residents to take part in environmental preservation,” she said.

The workshop featured Ms. Tsalis Siswanti, Chair of the Eco-Enzyme Community of Bantul and a member of Eco-Enzyme Nusantara, who provided a detailed explanation about the concept, benefits, ingredients, and fermentation process of eco-enzymes. She guided participants through the dos and don’ts of the process, answering practical questions such as how to proceed when only limited organic materials are available. “If you only have three types of fruit or vegetable peels, that’s fine—just don’t seal the container tightly until it meets the proper mixture. You can leave it open for up to one week,” she advised.

According to Eko Putro Tri Hartanto, the KKN group initially planned to create biopores, but limited open land and concrete-covered yards made it impractical. “We observed that organic waste is a major problem here, but most homes lack soil areas for biopores. That’s why we decided to introduce eco-enzymes as an alternative solution,” he explained. The participants, divided into six groups, enthusiastically followed the practical session, guided directly by Ms. Tsalis. Many captured photos and videos to document the activity and share them on social media.

This collaboration between UNY students and the Blawong 1 community supports the local government’s “Bantul Waste-Free 2025” program, fostering environmental awareness through small yet impactful actions. The activity also contributes to several Sustainable Development Goals (SDGs), particularly SDG 11 (Sustainable Cities and Communities), SDG 12 (Responsible Consumption and Production), and SDG 17 (Partnerships for the Goals) by promoting responsible waste management, sustainable community engagement, and cross-sector collaboration for environmental sustainability.

-Syalaisha Alifia Jauhari

Mahasiswa KKN Mandiri UNY Ajak Ibu-Ibu PKK Blawong 1 Olah Sampah Organik Jadi Eco-Enzyme

Sebanyak sepuluh mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang tergabung dalam Kelompok KKN Mandiri Blawong 1, Trimulyo, Jetis, Bantul, menggelar kegiatan praktik pembuatan eco-enzyme bersama ibu-ibu PKK Dukuh Blawong 1. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai bentuk kepedulian terhadap permasalahan sampah organik yang menjadi isu utama di wilayah tersebut.

Kelompok KKN yang diketuai oleh Eko Putro Tri Hartanto, mahasiswa Program Studi S1 Pendidikan Akuntansi FEB UNY, beranggotakan Muhammad Ali Ghufron, Thoriq Ahmad Zaidan, Angger Rangga, Syalaisha Alifia, Chela Junita, Isma Salsabila, Friska Aulia, Raissa Dian, dan Fikri Zahra. Kegiatan berlangsung di halaman rumah Bapak Dukuh Blawong 1, dihadiri oleh sekitar 60 anggota PKK dan dibuka dengan sambutan hangat dari Ibu Dukuh Blawong 1, Dwi Rahayu.

Dalam sambutannya, Dwi Rahayu menyampaikan apresiasi kepada mahasiswa KKN UNY atas inisiatif dan kepedulian mereka terhadap lingkungan sekitar. “Kami menyambut baik kegiatan ini karena membantu warga memahami cara sederhana mengolah sampah rumah tangga menjadi sesuatu yang bermanfaat. Semoga kegiatan seperti ini terus berlanjut,” ujarnya.

Kegiatan menghadirkan narasumber Tsalis Siswanti, Ketua Eco-Enzyme Kabupaten Bantul sekaligus anggota Komunitas Eco-Enzyme Nusantara. Ia memberikan penyuluhan dan praktik langsung kepada peserta mengenai pengertian eco-enzyme, manfaat, bahan-bahan dan takarannya, jenis kulit buah dan sayur yang dapat digunakan, serta hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses fermentasi. Suasana berlangsung interaktif, salah satu peserta bahkan menanyakan tentang jumlah jenis kulit buah minimal yang dapat digunakan. Tsalis menjelaskan bahwa jika hanya tersedia tiga jenis kulit buah, proses fermentasi tetap bisa dimulai, namun wadah sebaiknya tidak langsung ditutup rapat dan baru bisa ditutup setelah memenuhi kriteria bahan yang ideal, maksimal dalam waktu satu pekan.

Menurut Eko Putro Tri Hartanto, kegiatan ini dilatarbelakangi oleh hasil observasi kelompok KKN yang menemukan bahwa sampah organik menjadi permasalahan utama di Dukuh Blawong 1. “Awalnya kami berencana membuat biopori, tetapi karena sebagian besar rumah warga tidak memiliki lahan tanah dan sudah disemen, maka kami mencari solusi lain yang lebih sesuai, yaitu pembuatan eco-enzyme,” jelasnya. Dalam praktik pembuatan eco-enzyme, peserta dibagi menjadi enam kelompok dan dibimbing langsung oleh Tsalis Siswanti. Ibu-ibu terlihat antusias, beberapa bahkan mendokumentasikan proses tersebut untuk dibagikan di media sosial.

Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah organik dan mendorong gerakan masyarakat untuk turut serta dalam mewujudkan program “Bantul Bebas Sampah 2025.” Kolaborasi antara mahasiswa KKN UNY dan masyarakat Blawong 1 menunjukkan bahwa perubahan besar berawal dari langkah kecil yang dilakukan bersama.

Program pembuatan eco-enzyme ini juga berkontribusi terhadap pencapaian beberapa Sustainable Development Goals (SDGs), di antaranya SDG 11 (Sustainable Cities and Communities) dengan membangun komunitas yang peduli lingkungan, SDG 12 (Responsible Consumption and Production) melalui praktik pengelolaan sampah berkelanjutan, serta SDG 17 (Partnerships for the Goals) melalui kolaborasi antara mahasiswa, masyarakat, dan komunitas lingkungan dalam menciptakan solusi lokal terhadap permasalahan global.

-Syalaisha Alifia Jauhari

Peneliti FEB UNY Ungkap Kesenjangan Adopsi AI di UMKM Yogyakarta

Penelitian terbaru tim dosen FEB, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) mengungkap peta kesenjangan adopsi Artificial Intelligence (AI) di kalangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Temuan ini menyoroti potensi besar sekaligus tantangan serius dalam mendorong UMKM menuju model bisnis berkelanjutan.

Kota Lebih Siap, Daerah Pinggiran Masih Tertinggal

Hasil riset menunjukkan bahwa UMKM di Kota Yogyakarta berada di posisi paling siap mengadopsi AI. Akses infrastruktur digital yang lebih baik serta ekosistem bisnis perkotaan membuat pelaku usaha lebih cepat mengintegrasikan teknologi cerdas dalam aktivitas bisnis.

Di sisi lain, UMKM di Sleman juga relatif adaptif karena dekat dengan pusat pendidikan tinggi dan ekosistem startup. Sementara itu, Bantul menonjol di sektor kriya dan kuliner tradisional, namun adopsi AI masih terbatas pada penggunaan teknologi dasar.

Gunungkidul memperlihatkan kondisi yang heterogen. Sebagian UMKM di sektor wisata mulai memanfaatkan teknologi digital, tetapi banyak pelaku usaha tradisional masih tertinggal karena keterbatasan akses internet. Adapun Kulon Progo memiliki kekuatan di sektor pertanian, namun tingkat adopsi AI masih rendah akibat minimnya infrastruktur digital.

Potret UMKM dan Tantangan Digitalisasi

Temuan riset juga menegaskan bahwa literasi digital masih menjadi kendala utama bagi pelaku UMKM. Banyak pengusaha kecil belum mampu memanfaatkan data pelanggan, merancang strategi pemasaran digital, atau mengoptimalkan layanan berbasis teknologi.

Menurut tim peneliti, kesenjangan adopsi ini berpotensi memperlebar jurang antara UMKM perkotaan dan pedesaan. Jika tidak segera diatasi, UMKM di daerah dengan keterbatasan teknologi bisa semakin tertinggal dalam persaingan pasar.

“Artificial Intelligence bukan sekadar teknologi, melainkan katalis yang mampu mengubah wajah UMKM Indonesia menjadi lebih efisien, inklusif, dan kompetitif,” ujar Dr. Sutirman, selaku Ketua Peneliti.

Harapan Peneliti

Penelitian ini merekomendasikan perlunya dukungan konkret bagi UMKM di daerah berupa peningkatan literasi digital, perluasan infrastruktur, dan pendampingan penerapan teknologi. Dengan intervensi yang tepat, AI diyakini dapat membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk akses ke ranah global.

“UMKM lokal punya potensi besar. Dengan dukungan teknologi cerdas, mereka bukan hanya mampu bertahan, tapi juga tumbuh di tengah kompetisi global,” tambah tim peneliti. (uys)

 

Tim Peneliti FEB UNY Kembangkan Model Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya Lokal untuk Wujudkan Pancamulia

Riset Unggulan FEB UNY Ungkap Strategi Baru Dorong SDGs dan Daya Saing Global

Tim peneliti Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) tengah mengembangkan model ekonomi kreatif berbasis budaya lokal yang diyakini mampu menjadi motor penggerak baru pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Riset ini menegaskan bahwa kekuatan seni, kriya, fesyen, hingga kuliner tidak hanya menopang identitas budaya, tetapi juga berpotensi besar mendorong pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) sekaligus visi Pancamulia DIY.

Menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sektor ekonomi kreatif menyumbang 6,54 persen terhadap PDB nasional pada 2022. Di Yogyakarta, subsektor fesyen, kuliner, kriya, dan seni pertunjukan mendominasi dengan ribuan pelaku yang berkontribusi pada ekspor miliaran dolar. Namun, tantangan nyata masih menghadang: keterbatasan akses pasar global, minimnya inovasi, dan rendahnya sinergi antar-pemangku kepentingan.

“Penelitian kami menunjukkan, jika potensi budaya lokal DIY dipadukan dengan strategi inovatif berlandaskan SDGs, maka sektor kreatif bisa melompat lebih jauh: menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan, sekaligus menjaga warisan budaya,” ujar Prof. Dr. Siswanto, M.Pd. selaku ketua tim peneliti.

Riset ini mengambil sampel 200 pelaku ekonomi kreatif dari lima kabupaten/kota di DIY. Hasil awal menunjukkan model yang tengah dikembangkan tidak hanya layak, tetapi juga praktis diterapkan oleh UMKM. Aspek keberlanjutan, keefektifan, dan kebermanfaatan menjadi fokus utama pengujian.

Selain berkontribusi pada SDG 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi), model ini juga beririsan dengan SDG 9 (industri, inovasi, dan infrastruktur) serta SDG 11 (kota dan komunitas berkelanjutan). Dengan demikian, Yogyakarta berpotensi menjadi contoh daerah yang mampu mengharmoniskan tradisi dan modernitas dalam pembangunan ekonomi kreatif.

“DIY bisa menjadi role model nasional: bagaimana budaya bukan sekadar aset masa lalu, tetapi energi masa depan. Model ini akan kami dorong agar bisa diadopsi lintas daerah,” tambah Prof. Tony Wijaya, anggota tim riset.

Hasil riset ini diproyeksikan memberi dampak ganda: memperkuat identitas budaya Yogyakarta di mata dunia dan membuka peluang usaha baru bagi masyarakat lokal. Visi Pancamulia – kesejahteraan, keadilan, kelestarian, keunggulan, dan kemandirian – menjadi pijakan utama pengembangan model tersebut. Dengan dukungan pemerintah daerah serta komunitas pelaku kreatif, riset ini diharapkan mampu menjawab persoalan klasik UMKM: dari keterbatasan modal, teknologi, hingga akses pasar global. (uys)

Teliti Kesejahteraan Kaum Marjinal, Indra Febrianto Raih Gelar Doktor Pendidikan Ekonomi

Indra Febrianto, M.Pd., dosen Departemen Pendidikan Ekonomi, berhasil meraih gelar Doktor Pendidikan Ekonomi setelah sukses mempertahankan disertasinya pada ujian terbuka yang digelar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang (FEB UM).

Dalam sidang terbuka tersebut, Indra memaparkan hasil penelitiannya yang berjudul "Kesejahteraan Subjektif Pemulung: Pendekatan Model Struktural dengan Tinjauan Rasionalitas dan Money Ethics". Penelitian ini mengangkat fenomena ketimpangan dan perilaku ekonomi irasional di kalangan pemulung yang kerap bertentangan dengan etika terhadap uang. Isu ini masih jarang dikaji dan sering luput dari perhatian, padahal memiliki implikasi penting terhadap kesejahteraan subjektif kelompok masyarakat marginal tersebut.

Melalui pendekatan teori ekonomi perilaku, penelitian ini mengkonstruksi model struktural kesejahteraan subjektif pemulung dengan mempertimbangkan aspek perilaku irasional, money ethics, dan social support. Penelitian ini juga menghasilkan rekomendasi model pendidikan ekonomi nonformal bagi masyarakat marginal yang berfokus pada pemberdayaan tiga kelompok sasaran: karang taruna, anak-anak, dan orang tua. Pendekatan ini diharapkan dapat mendorong terciptanya strategi pemberdayaan yang lebih humanis, komprehensif, dan berkelanjutan.

Secara metodologis, penelitian menggunakan metode kuantitatif konfirmatori dengan teknik analisis Covariance-Based Structural Equation Modeling (CB-SEM). Instrumen penelitian berupa kuesioner tertutup berskala Likert telah diuji construct validity dan reliability. Analisis dilakukan melalui evaluasi outer model, inner model, serta pengujian Goodness of Fit. Hasil penelitian menunjukkan dinamika hubungan yang kompleks antara confirmation bias, herd behavior, loss aversion, money ethics, dan social support terhadap kesejahteraan subjektif pemulung.

Beberapa temuan penting antara lain: confirmation bias berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif, herd behavior memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif namun negatif terhadap money ethics, dan loss aversion tidak berpengaruh signifikan terhadap money ethics tetapi berpengaruh positif terhadap kesejahteraan subjektif. Selain itu, money ethics berperan sebagai mediator dalam beberapa hubungan variabel, sementara social support terbukti memoderasi pengaruh money ethics terhadap kesejahteraan subjektif. Temuan ini memberikan pemahaman baru tentang bagaimana faktor psikologis, sosial, dan etika keuangan berinteraksi dalam membentuk kesejahteraan subjektif kelompok pemulung.

Raihan gelar doktor ini tidak hanya menjadi pencapaian pribadi, tetapi juga berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals), khususnya SDG 1 (Tanpa Kemiskinan), SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), SDG 10 (Berkurangnya Kesenjangan), dan SDG 11 (Kota dan Permukiman yang Berkelanjutan). Dengan capaian ini, diharapkan hasil penelitiannya dapat menjadi rujukan penting bagi akademisi, pembuat kebijakan, dan praktisi dalam merancang program pemberdayaan masyarakat marginal di perkotaan. (fdhl)

TIM PkM MbangunDesa FEB UNY dan BUMDes Amarta Gelar PkM “Akselerasi Pengelolaan Sampah” di Kalurahan Pandowoharjo, Sleman

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Yogyakarta (FEB UNY) bekerja sama dengan BUMDes Amarta, Kalurahan Pandowoharjo, Kabupaten Sleman, sukses menyelenggarakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) bertajuk "Akselerasi Pengelolaan Limbah Melalui BUMDes sebagai Respon Darurat Sampah di Yogyakarta untuk Mencapai Kota dan Komunitas Berkelanjutan" pada hari Senin, 7 Juli 2025.

Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Serbaguna Kalurahan Pandowoharjo ini menggandeng mitra strategis dari desa setempat, antara lain Gapoktan, Kelompok Wanita Tani (KWT), Desa Mandiri, dan Desa Prima. Kehadiran para mitra menjadi bukti kolaborasi lintas elemen dalam menjawab isu darurat sampah yang tengah melanda wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.

Dalam kegiatan ini, tim PkM FEB UNY memberikan pelatihan praktis tentang pengelolaan sampah rumah tangga serta pembuatan ecoenzym, sebagai solusi ramah lingkungan yang mudah diterapkan oleh masyarakat. Pelatihan ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran warga terhadap pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan, tetapi juga untuk memperkuat peran kelembagaan desa melalui BUMDes dalam mendukung program lingkungan dan pemberdayaan ekonomi lokal.

"Kami ingin mendorong BUMDes tidak hanya sebagai motor ekonomi desa, tetapi juga sebagai agen perubahan dalam mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat," ujar Prof. Dr. Endang Mulyani, M.Si. perwakilan tim FEB UNY dalam sambutannya.

Sementara itu, Direktur BUMDes Amarta Bapak Agus Setyanta menyampaikan apresiasi atas kolaborasi ini. “Pelatihan ini sangat relevan, terutama di tengah urgensi penanganan sampah yang kini menjadi perhatian serius di DIY. Melalui keterlibatan Gapoktan, KWT, dan Desa Prima, kami berharap praktik baik ini bisa berkelanjutan dan diperluas ke seluruh lapisan masyarakat.”

Kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal dalam menciptakan ekosistem desa yang mandiri dan berkelanjutan, sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-11, yaitu menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. (ll)

 

Pages